Beberapa hari yang lalu saya baca newsticker di salah satu televisi swasta bahwa obat batuk berbahan Dekstrometorfan (Dextromethorphan) akan dianggap ilegal mulai bulan Juni 2014. Iseng-iseng saya cek obat-obat batuk yang ada di rumah. Ternyata 2 dari 3 obat batuk mengandung Dextromethorphan Hydrobromide (Dekstrometorfan HBr). Kedua obat batuk tersebut adalah obat batuk cair yang diresepkan dokter dan memiliki tanda lingkaran biru di kotaknya yang berarti obat tersebut adalah obat keras yang hanya bisa dibeli dengan resep dokter. Lalu, apa bahaya bahan dekstro (dextro) sehingga Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) akan menariknya dari peredaran?
Keputusan BPOM menarik obat berbahan dekstro sudah ramai diberitakan media-media online sejak bulan Oktober 2013. Sosialisasi penarikan tersebut akan dilakukan hingga tanggal 30 Juni 2014, dan setelah bulan Juni, obat berbahan dekstro akan dianggap ilegal[1]. Alasan penarikan itu adalah karena banyaknya kasus penyalahgunaan obat berbahan dekstro sebagai pengganti narkoba di kalangan pelajar[2].
Dextromethorphan Hydrobromide (disingkat DXM atau DM) adalah senyawa sintetis yang bersifat antitusif untuk meredam batuk[3]. Dekstro bekerja menekan saraf yang menstimulasi batuk sehingga batuk dapat reda dalam waktu kurang dari satu jam setelah meminum obat[4]. Menurut BPOM, penggunaan ideal dekstro adalah 10mg dan harus dikombinasikan dengan bahan-bahan lain supaya dampak negatif dekstro dapat ditekan[4]. Konsumsi dekstro di atas 100mg dapat menyebabkan kecanduan, euforia, halusinasi, gangguan penglihatan, kehilangan koordinasi gerak tubuh, hingga kematian[5].
Penyalahgunaan dekstro yang mendorong BPOM menarik peredarannya itu biasanya menggunakan pil dektro tunggal. Pengertian pil dekstro tunggal adalah obat berbentuk pil yang hanya mengandung dekstro tanpa tambahan zat-zat kimia lainnya. Pil dekstro tunggal itu mudah didapatkan di apotek dan sangat murah, yaitu sekitar 50-100 rupiah per butir. Karena mudah didapatkan dan harganya yang murah tersebut itulah yang membuat banyak orang menyalahgunakannya sebagai pengganti narkoba.[3][5]
Karena dekstro yang banyak disalahgunakan adalah dekstro tunggal, maka BPOM hanya akan menarik dektro tunggal saja. Deputi Bidang Pengawasan Produk terapeutik dan NAPZA BPOM, Antonia Retno Tyas Utami, mengatakan bahwa penarikan tidak berlaku untuk dekstro yang dikombinasi dengan senyawa lain, seperti parasetamol, CTM, difenhidramin, acetaminophen, pseudoefedrin, phenyl propanolamine, dan golongan ekspektoran, yaitu guaifenesin[6].
Sumber: